Rabu, 12 Mei 2010

Sepakbola Sebagai Alat Pengurangan Pengangguran, Pemersatu dan Menggalang Solidaritas Bangsa

PENDAHULUAN

Piala Dunia telah membetot bola mata dunia. Dunia telah mampu dipersatukan oleh sepakbola Piala Dunia. Segala bangsa, ras, dan agama kini duduk mengakomodasikan bola mata si kulit bundar diolah dan dipermainkan oleh para arsitek dan para seniman bola. Tiba-tiba saja dunia bersukacita. Mengabaikan duka di Irak, di Gaza, di Guantanamo, dan Afghanistan.

Tidak ada jenis olahraga lain yang mampu melakukan itu. Tinju terlalu keras. Kurang manusiawi. Terlalu mengandalkan otot. Bola basket, rugby atau kricket, olahraga paling populer di Amerika Serikat, kurang lebih sama. Jenis-jenis olahraga itu cenderung kompatibel dengan struktur fisik yang spesifik. Fisik orang AS, misalnya, yang berotot sesuai dengan bola basket dan rugby. Demikian juga bulutangkis lebih kompatibel dengan fisik orang Asia.

Nilai ekonomi sepakbola, secara bisnis, luar biasa. Melibatkan dana triliunan rupiah. Nilai pasar Beckham 150 juta dolar. Michel Ballack, pemain top Jerman, berkisar 30 juta Euro. Belum lagi nilai jual dan nilai pasar Ronaldinho, pemain terbaik dunia asal Brazil saat ini. Semua itu melengkapi kesempurnaan cabang olahraga sepakbola yang mampu membuat bola mata dunia tidak berkedip di depan TV.

Sepakbola ternyata, pada akhirnya, telah muncul menjadi cabang olahraga permainan yang paling sesuai bagi segala suku, ras dan bangsa di dunia. Segala macam bentuk tubuh dan kekuatan otot kompatibel dengan sepakbola. Yang bertubuh pendek, tinggi, yang berotot kekar dan kerempeng bukanlah ukuran atau syarat untuk muncul sebagai pemain handal.

Lalu dari sini muncul sebuah opini bahwa sepak bola adalah salah satu media solidaritas antar bangsa, suku, ras dan agama. Kecanggihan tekhnologilah yang paling beperan dalam hal ini. Pada piala dunia 2010 ini, Global TV telah menjadi Official partner, dan menayangkan semua pertandingan mulai dari awal sampai pesta penutupan. Rasa yang kemudian timbul adalah rasa nasionalisme, tetapi sikap menghormati antar bangsa tetap terpelihara dan menambah solidaritas terhadap internal bangsa itu sendiri.

Kemudian, beberapa peristiwa di seluruh dunia berhenti sejenak dan semua mata tertuju pada satu yaitu bola, konflik yang terjadi di beberapa negara terhenti dan asyik untuk mengikuti perkembangan piala dunia. Kecanggihan tekhnologilah yang memfasilitasi itu semua dan hanya komunikasi yang menjadi medianya. Untuk itulah sejauh manakah peran komunikasi dan kecanggihan tekhnologi terhadap solidaritas antar bangsa?

 


PEMBAHASAN

A.    Teknologi Informasi

Seni (arts) yang terbentuk melalui latihan yang berkesinambungan sehingga dihasilkan kaki-kaki yang terampil dan bahasa tubuh yang responsif. Talenta, dipadu dengan manajemen dan organisasi yang profesional, membuat seluruh stakeholders sepakbola menikmati seni sepakbola yang mampu menyihir semua orang menjadi pecandu sepakbola.

Satu dekade terakhir, bisnis sepakbola semakin membuat banyak orang betul-betul kecanduan. Teknologi, terutama teknologi informasi telah membuat bola-bola passing dan bola yang diolah lewat sistem bertahan catenaccio, menjadi lebih indah dan enak ditonton.

Teknologi multimedia telah juga berhasil merekam semua seni yang telah dipertunjukkan, kemudian dianalisis secara seksama untuk kemudian menjadi bahan rumusan bagi strategi permainan berikutnya. Tidak pelak lagi, bahkan kecepatan tendangan lurus dari lapangan tengah seorang Lampard (MU, Inggris), dapat dihitung secara tepat.

Teknologi informasi telah berhasil dimanfaatkan oleh para arsitek sepakbola sedemikian sehingga bola mata dunia, kini, telah menjadikan cabang olahraga ini menjadi ladang bisnis yang sangat besar. Negara-negara calon tuan rumah Piala Dunia berlomba menawarkan kesiapsediaan dan kelebihannya masing-masing. Nilai ekonomi riil dan prospeknya setara dengan pagelaran Olimpiade.

Indonesia, saya kira, harus belajar dari situ. Belajar mengembangkan dirinya atau lebih khusus lagi cabang sepakbolanya dari perjalanan Piala Dunia ini. Teknologi informasi diyakini akan menjadi pilihan termudah dan termurah ke depan sebagai alat pemersatu bangsa. Sebagai alat untuk mencerdaskan bangsa.

Letak dan rentang geografis kita yang berpencar dan sangat luas memaksa kita memilih satu alat yang bisa dijadikan sebagai pemersatu. Setelah BBM menjadi sangat mahal, berkonsekuensi naiknya tarif transportasi sehingga mobilitas kita sebagai suatu bangsa semakin terhambat dan melambat, maka teknologi informasi menjadi pilihan termurah, termudah dan terbaik yang tersedia kini.

Pertanyaannya kini ialah di mana letak persepakbolaan nasional kita. Budaya mengatur skor pertandingan, kepemimpinan wasit yang korup serta sportivitas penonton dan para pengelola sepakbola yang jeblok di titik nadir, memang menjadi keprihatinan kita semua. Di tengah upaya menciptakan lapangan kerja dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran, bukanlah sepakbola sebagai salah satu solusi?

 

B.     Memanfaatkan Momentum

Tidak berlebihan bila kita menyepakati, sembari mengembangkan cabang olahraga sepakbola, kita juga menjadikan sepakbola itu sebagai salah satu upaya menciptakan lapangan kerja, menjadi alat membangun solidaritas dan pemersatu bangsa. Teknologi informasi menjadi alat utama ke arah itu. Telkom telah memulainya. Internet berbiaya murah telah dimasukkan ke desa-desa di seluruh pelosok negeri. Setelah itu apa?

Harus ada desain yang terencana. Teknologi informasi itu harus benar-benar dimaksudkan sebagai bagian dari upaya kita mencerdaskan bangsa. Sertamerta dengan itu, kita pun berupaya merekat kesatuan bangsa. Mainan yang paling menarik dalam rangka merekat persatuan bangsa ialah sepakbola..

Sangat disayangkan justru orang-orang yang membidangi ilmu komunikasi dan informasi yang pertama langsung berteriak secara apriori. Mereka mengklaim langkah dan penampilan Presenter itu kontraproduktif. Sekali lagi, bangsa ini terlalu banyak dihuni oleh para ahli yang berpikir dan berperilaku apriori dan hipokrit. Teknologi informasi dan komunikasi mestinya ditempatkan dan dijadikan sebagai sarana pemersatu bangsa (unity maker) dan alat penggalang solidaritas (solidarity maker).

Seringkali kita lupa atau gagal memanfaatkan momentum yang ada. Momentum Piala Dunia harusnya menjadi waktu yang tepat bagi bangsa Indonesia tentang bagaimana solidaritas dapat dibangun, dunia dapat dipersatukan dan kita berada dalam satu platform yang sama, pecandu bola. Saya yakin kita bisa memulainya. Membangun bisnis sepakbola nasional yang tidak hanya sekadar memenuhi agen dan para sponsor atau membangkitkan emosi kedaerahan.

Kita ingin dan perlu membangun persepakbolaan yang secara bisnis bernilai ekonomi besar. Mampu mensejahterakan seluruh stakeholders. Melahirkan pemain-pemain berkelas dunia yang menjadi incaran klub-klub besar di dunia. Kita ingin melahirkan klub-klub sepakbola kaya raya seperti Manchester United atau Chelsea (Inggris), Real Madrid (Spanyol) atau AC Milan, Juventus (Italia). Nilai kapitalisasi klub-klub sepakbola ini sungguh luar biasa besar. Secara bisnis, klub-klub ini adalah entitas korporasi yang masuk kategori konglomerasi.

Klub-klub sepakbola di Eropa telah mampu membangun bisnis sepakbola secara profesional, baik secara bisnis maupun dalam mengelola aset intelektual dan talenta yang dimiliki para pemain kelas dunia yang dimilikinya (Talent and intlectual asset). Entitas korporasi klub-klub sepakbola besar seperti MU, Chelsea, Real Madrid, AC Milan dan Juventus telah mampu membangun kerajaan bisnis berbasis knowledge business dengan pendekatan paradigma baru.

Meninggalkan bisnis yang berbasis industri (industrial business) dengan paradigma lama. Paradigma lama bisnis dipandang sebagai kegiatan produksi barang di mana pasar masih tradisional yaitu pasar produsen. Kini, bisnis sudah berbasis pengetahuan di mana pasar adalah pasar konsumen yang kadangkala bahkan virtual. Bisnis sepakbola telah mencapai itu, menjadi bisnis berbasis pengetahuan dengan paradigma baru.

Saya kira kita tidak sedang bermimpi pada suatu saat, bola mata dunia yang tengah menonton Piala Dunia tahun 20….., menyaksikan salah satu pesertanya adalah Kesebelasan Nasional Indonesia. Sungguh kita tidak perlu pesimis. Bersama kita bisa. Bukankah semua keinginan dan cita-cita besar dimulai dari mimpi? Termasuk memimpikan PSSI menjadi salah satu peserta final World Cup  Semoga…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar