Senin, 19 September 2011

Komunikasi dalam Pemberdayaan Lingkungan


Teologis dan Filosofis: Membangun Spirit Lingkungan
Lingkungan masih menjadi perbincangan menarik sampai saat ini bahkan menjadi lebih penting bila dikaitkan dengan isu-isu bencana yang melanda pada akhir-akhir periode sekarang ini. Bukan hanya karena berkaitan langsung dengan kehidupan manusia, tapi lebih disebabkan semakin meningkatnya permasalahan lingkungan. Mulai bencana alam yang disebabkan faktor lingkungan akibat ulah manusia, hingga perubahan iklim yang tak terkendali.
Peristiwa semacam ini memicu berbagai pihak untuk mencari penyebab dari perilaku manusia yang sudah mulai mengarah ke penghancuran tempat hidupnya sendiri itu. Beberapa pemikir era postmodern mengisyaratkan bahwa kerusakan ekologi adalah hasil dari kegagalan megaproyek yang bernama modernisme. Ini berawal saat Descartes memunculkan teori kesadaran. Dalam perkembangannya, muncul pandangan dualistik modernisme yang membagi kenyataan menjadi subjek dan objek. Yang  mau tidak mau pada akhirnya mengakibatkan objektivitas alam secara berlebihan. Pengurasan, eksploitasi alam, dan pengerukan sumber daya alam yang berlebihan terjadi di mana-mana. Penyebab inilah diantaranya yang kemudian memunculkan kritik dari para filsuf Postmodern.
Demikian juga menurut pandangan agama Islam, bahwasanya lingkungan selalu punya potensi untuk mempengaruhi agama. Sebaliknya, agama juga punya peluang untuk mempengaruhi lingkungan. Oleh karena itu kemudian ada yang disebut dengan agama ramah lingkungan dan agama yang tidak ramah lingkungan. Untuk mendaratkan ajaran-ajaran Islam yang suci, maka perlu dilakukan beberapa metode agar pemahaman tentang ramah lingkungan secara teologis dapat diterima dengan mudah dan jelas.

Komunikasi dan Lingkungan
Robert Cox dalam buku Environmental Communication and the Public Sphere (2010) merumuskan komunikasi lingkungan sebagai media pragmatis dan konstitutif untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai lingkungan, seperti halnya hubungan antarmanusia pada hubungan manusia dengan alam. Hal itu merupakan medium simbolis untuk membangun kesepahaman masyarakat terhadap permasalahan lingkungan.
Dalam lingkup praktis, komunikasi dalam lingkungan ini menyangkut strategi pengemasan pesan dan media untuk mendorong pengetahuan, kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk menjaga lingkungan. Di sini, pemerintah maupun organisasi non pemerintah yang concern terhadap masalah lingkungan merupakan komunikator kunci dalam pembuatan kebijakan/ program yang efektif untuk membangun partisipasi publik dalam implementasinya.



 




Bagi komunikator tersebut, penyampaian pesan yang efektif kepada publik tidak cukup hanya melalui iklan dan kampanye di media massa. Memang komunikasi di media massa diakui memiliki pengaruh besar untuk mentranformasikan pengetahuan kepada masyarakat. Namun untuk mencapai tahapan kesadaran dan implementasi masih perlu komunikasi persuasif melalui pendekatan langsung (interpersonal) kepada masyarakat. Misalnya membentuk kelompok-kelompok peduli lingkungan di masyarakat maupun penanaman nilai-nilai pelestarian lingkungan sejak dini.
Mengapa perlu membentuk kelompok masyarakat peduli lingkungan? Sebab pelestarian lingkungan perlu dilakukan secara massif. Persoalan lingkungan juga menjadi tanggungjawab semua manusia, tidak hanya masyarakat tertentu. Apalagi saat ini “penyakit” lingkungan semakin akut, ditandai maraknya bencana lingkungan dan perubahan cuaca yang tak menentu.
Lihat bagaimana ulat bulu menyerang masyarakat, akibat siklus hidupnya terganggu siklus cuaca. Belum lagi terganggunya ekosistem yang menyebabkan rusaknya rantai makanan. Kondisi tersebut juga rentan terjadi di Riau, yang notabene merupakan daerah perkebunan yang cenderung monokultur kelapa sawit. Bayangkan seandainya datang predator tunggal yang menyerang jutaan hektar perkebunan tersebut, sementara ekosistem hutan yang menjadi lokasi rantai makanan ideal kian terkikis. Akibatnya bisa diprediksi, perkebunan rusak, perekonomian masyarakat hancur, sehingga berpotensi menyebabkan chaos secara ekonomi, sosial bahkan politik.
Untuk mengendalikan hal tersebut, prinsip pembangunan berkelanjutan perlu direvitalisasi. Karena pembangunan berkelanjutan tidak hanya berkonsentrasi pada perlindungan lingkungan. Tetapi juga menyangkut pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Di sini yang perlu dipertegas adalah salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Secara garis besar prinsip yang perlu dikomunikasikan tersebut antara lain sikap hormat terhadap alam, tanggung jawab untuk menjaga alam semesta beserta isinya, solidaritas kosmis untuk mengontrol perilaku manusia terhadap alam, kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, tidak melakukan tindakan yang merugikan eksistensi makhluk hidup lain, hidup sederhana dan selaras dengan alam, adil dalam menentukan kebijakan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya, demokratis dalam memandang keanekaragaman dan pluralitas terhadap alam, dan pentingnya integritas moral pejabat publik untuk menjaga lingkungan hidup. Dari prinsip tersebut kemudian bisa dijelaskan bagaimana peran komunikasi dalam pemberdayaan lingkungan : (1) Pemanfaatan proses komunikasi, (2) Pemanfaatan produk media, (3) Mendukung pembuatan kebijakan lingkungan, (4) Mendorong partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan lingkungan, (5) Membantu pelaksanaan program kegiatan pemberdayaan lingkungan, (6) Mengarah pada kesinambungan fungsi lingkungan hidup.