PENDAHULUAN
Cara kita berpikir dapat terkoordinasikan secara kultural. Budaya-budaya Timur melakukan sesuatu dengan menggunakan visualisasi-visualisasi, sedangkan budaya-budaya Barat cenderung menggunakan konsep-konsep. Karena suatu konsep adalah suatu gagasan umum tentang ciri-ciri yang diketahui mengenai suatu subyek, ia memberikan suatu kerangka untuk memikirkan atau menganalisa suatu topik atau pengalaman tertentu.
Apakah persamaan yang dimiliki laporan-laporan pers yang menjadikan laporan-laporan lebih bermakna? Tentu saja, konsep budaya. Budaya adalah suatu alat yang berguna untuk memahami perilaku manusia di seluruh bumi, juga di negeri kita sendiri.
Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Pada gilirannya, kelompok atau ras tersebut tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut. Generasi-generasi berikutnya terkondisikan untuk menerima kebenaran-kebenaran tersebut tentang kehidupan di sekitar mereka, pantangan-pantangan dan nilai-nilai tertentu ditetapkan, dan melalui banyak cara orang-orang menerima penjelasan tentang perilaku yang dapat diterima untuk hidup dalam masyarakat tersebut. budaya membengaruhi dan dipengaruhi oleh setiap fase manusia.
Individu-individu sangat cenderung menerima dan mempercayai apa yang dikatakan budaya mereka. Kita dipengaruhi oleh adat dan pengetahuan masyarakat dimana kita dibesarkan dan tinggal, terlepas dari bagaimana validitas objektif masukan dan penanaman budaya in pada diri kita. Kita cenderung mengabaikan dan menolak apa yang bertentangan dengan kebenaran cultural atau bertentangan dengan kepercayaan-kepercayaan kita. Ini sering kali merupakan landasan bagi prasangka yang tumbuh di antara anggota-anggota kelompok-kelompok lain, bagi penolakan untuk berubah ketika gagasan-gagasan yang sudah mapan menghadapi tantangan. Masalah akan uncul bila suatu budaya dan cara pikirnya tertinggal di belakang penemuan-penemuan dan realitas baru. Kemajuan-kemajuan ilmu dan tekhnologi, misalnya, telah jauh mendahului ajaran-ajaran cultural masyarakat. Ini merupakan salah satu efek sampingan akselerasi perubahan, yang menimbulkan jurang budaya (cultural gap)[1].
Manajer-manajer modern bekerja dalam lingkungan-lingkungan multibudaya, dan perlu memahami apa yang terjadi dalam lingkungan-lingkungan tersebut serta mengembangkan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah perbedaan budaya yang timbul. Dengan demikian, perilaku mereka akan lebih sesuai, peka, dan ajeg, bila mereka berinteraksi dengan kelompok manapun. Untuk mencapai tujuan itu, maka adalah penting untuk mengetahui makna budaya dan cara-cara menganalisa perwujudannya yang berbeda-beda.
A. PARAMETER DAN IDENTITAS BUDAYA
Sebagai contoh kita memandang suatu kelompok tertentu mengadakan interaksi dalam suatu sistem kapasitas atau identitas sosial serta memainkan peran. Hubungan antara dokter dan pasien, serta antara dokter dan perawat, berupa hubungan-hubungan identitas; perilaku yang tepat, antara orang-orang dalam berbagai kapasitas ini adalah hubungan peran. (Identitas berfokus pada kapasitas, peranmenjelaskan perilaku yang tepat bagi seorang pelaku dalam kapasitas tertentu). Perlu dicatat sebagaimana dalam masalah budaya, kita mengabstraksikan apa yang umum bagi dokter dan pasien, dan mengabaikan keberagaman antar individu[2].
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Ia bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya, ia dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian merupakan suatu faktor pemersatu.
Budaya juga membantu kita memahami wilayah planet atau ruang yang kita tempati. Suatu tempat hanya asing bagi orang-orang asing, tidak bagi orang-orang yang menempatinya. Budaya memudahkan kehidupan dengan memberikan solusi-solusi yang telah disiapkan untuk memecahkan masalah-masalah, dengan menetapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memelihara kohesi dan consensus kelompok. Banyak cara atau pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan mengkategorikan suatu budaya agar budaya tersebut lebih mudah dipahami.
Oleh karena budaya memberi identitas kepada sekelompok orang, bagaimana kita dapat mengidentifikasi aspek-aspek budaya yang menjelaskan sekelompok orang sangat berbeda? Salah satunya adalah dengan menelaah kelompok dan aspek-aspeknya. Beberapa di antaranya[3]:
1. Komunikasi Dan Bahasa
Sistem komunikasi verbal dan nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok lainnya. Terdapat banyak bahasa asing di dunia. Sejumlah bangsa memiliki lima belas atau lebih bahasa utama (dalam suatu kelompok terdapat dialek, aksen, logat, jargon, dan ragam lainnya). Lebih jauh lagi, makna-makna yang diberikan kepada gerak-gerik. Meskipun bahasa tubuh mungkin universal, perwujudannya berbeda local. Subkultur-subkultur seperti kelompok militer, mempunyai peristilahan dan tanda-tanda yang menerobos batas-batas nasional.
2. Pakaian Dan Penampilan
Ini meliputi pakaian dan dandanan luar, juga dekorasi tubuh yang cenderung berbeda secara cultural. Kita mengetahui adanay kimono Jepang, penutup kepala Afrika, paying Inggris, sarung Polynesia, dan ikat kepala Indian Amerika. Beberapa suku bangsa mencorengi wajahnya mereka untuk bertempur, sementara sebagian wanita menggunakan kosmetik untuk memperlihatkan kecantikan. Banyak subkultur menggunakan pakaian yang khas-jeans sebagai pakaian kaum muda di seluruh dunia, seragam untuk sekelompok tertentu.
3. Makanan Dan Kebiasaan Makan
Cara memiloih, menyiapkan, menyajikan dan memakan makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Orang-orang Amerika menyenangi daging sapi, tapi daging sapi terlarang bagi orang hindu.
4. Waktu Dan Kesadaran Akan Waktu
kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan yang lainnya. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian yang lainnya merelatifkan waktu. Umumnya, orang Jerman tepat waktu, dan orang Amerika Latin lebih santai.
5. Penghargaan Dan Pengakuan
suatu cara lain untuk mengamati suatu budaya adalah dengan cara memperhatikan cara dan metode memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian, atau bentuk-bentuk lain penyelesaian tugas. Pengakuan bagi para prajurit perang adalah dengan membolehkan mereka mentato tubuh mereka. Pengakuan-pengakuan lainnya bagi prajurit-prajurit perang yang berani itu adalah dengan memberi mereka topi perang, ikat pinggang, atau bahkan intan.
6. Hubungan-Hubungan
budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan dan lain-lain. Unit keluarga merupaka wujud paling umum bagi hubungan manusia, dan bentuknya bisa kecil dan bisa juga besar.
7. Nilai Dan Norma
sistem kebutuhan bervariasi pula, sebagaimana prioritas-prioritas yang melekat pada perilaku tertentu dalam kelompok. Mereka yang menginginkan kelangsunga hidup, menghargaoi usaha-usaha pengumpulan makanan, penyediaan pakaian dan perumahan yang memadai, sementara mereka yang mempunyai kebutuhan yang lebih tinggi menghargai materi, uang gelar, dan sebagainya.
Berdasarkan sistem nilainya itu, suatu budaya menetapkan norma-nor,ma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan-aturan keanggotaan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai dari etika kerja atau kesenangan hingga ke kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak.
8. Rasa Diri Dan Ruang
kenyamanan yang orang miliki dengan dirinya dapat diekspresikan secara berbeda oleh budaya. Identitas diri dan pengahargaan dapat diwujudkan dengan sikap yang sederhana dalam suatau budaya, sementara dalam budaya lain ditunjukkan dengan perilaku yang agresif. Dalam budaya-budaya tertentu rasa kebebasan dan kreatifitas dibalas oleh kerjasama dan konformitas kelompok. Orang-orang dari budaya tertentu seperi orang Amerika, memiliki rasa ruang yang membutuhkan jarak lebih besar antara individu-individu lainnya, sementara orang-orang Amerika Latin dan orang-orang Vietnam menginginkan jarak yang lebih dekat lagi. Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal, sementara budaya-budaya lain lebih lentur dan informal.
9. Proses Mental Dan Belajar
beberapa budaya menekankan aspek pengembangan otak ketimbang aspek lainnya, sehingga orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang berpikir dan belajar. Antropolog Edward Hall berpendapat bahwa pikiran adalah budaya yang terinternalisasikan, dan prosesnya berkenaan dengan bagaimana orang mengorganisasikan dan memproses inforamsi. Kehidupan dalam suatu tempat tertentu menetapkan pahala-pahala dan hukum-hukum untuk mempelajari atau tidak mempelajari informasi tertentu, dan ini ditegaskan dan diperkuat oleh budaya di sana.
10. Kepercayaan Dan Sikap
barangkali klasifikasi yang paling sulit adalah memasitkan tema-tema kepercayaan utama sekelompok orang, dan bagaimana faktor ini serta faktor-faktor lainnya mempengaruhi sikap-sikap mereka terhadap siri mereka sendiri dan orang lain, dan apa ynag terjadi dalam dunia mereka. Orang-orang dalam dunia budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktek-praktek agama mereka.
B. BATASAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN PERANNYA
Konsep komunikasi antar budaya, tampaknya semakin penting pada dewasa ini, pada zaman di mana kemajuan tekhnologi komunikasi dan transportasi telah memungkinkan manusia di berbagai penjuru dunia saling mengenal dan berhubungan antara sesamanya.
Pembinaan kebudayaan berlangsung melalui proses-proses asasi, yang dalam ilmu internasional dinamakan inkulturasi, akulturasi dan modernisasi. Ketiga proses itu mempunyai hubungan timbal balik, dan berganti-ganti dapat merupakan penghalang TU pendorong satu sma lain dan mengalami akselerasi atau pembekuan[4].
Perkembangan jaringan komunikasi dan meningkatnya jumlah orang yang berkunjung ke dan menetap di suatu negara lain, baik untuk sementara ataupun untuk menetap. Hal ini telah menumbuhkan kesadaran akan perlunya memahami budaya orang lain. Budaya asing telah menjadi satu bagian yang penting dalam lingkungan komunikasi mereka.keberhasilan seseorang ditentukan oleh kemapuan mereka dalam mengatasi masalah-masalah budaya. Mereka yang dapat mengatasi masalah budaya secara efektif inilah, baik dalam konteks nasional ataupun internasional.
Adler mengatakan bhawa orang yang identitas dan loyalitasnya melewati batas-batas kebangsaan dan yang komitmennya bertaut dengan suatu pandangan bahwa dunia ini merupakan suatu komunitas global, ia adalah orang yang secara intelektual dan emosional terikat pada kesatuan fundamental semua manusia yang pada saat yang sama mengikuti, menerima, dan menghargai perbedaan-perbedaan mendasar antara orang-orang yang berbeda budaya yang Adler menyebutnya sebagai manusia multibudaya[5]. Identitas manusia multibudaya tidak berlandaskan pada pemikiran yang mengisyaratkan memiliki atau dimiliki budaya, tetapi berlandasarkan pada kesadaran diri yang mampu bernegosiasi tentang rumusan realitas-realitas yang baru.
Dengan menjadi manusia multibudaya tidaklah berarti bahwa kita lalu kehilangan identitas kita sebagai warga dari bangsa dan budaya tertentu. Tidak pula berarti bahwa secara harfiah berbuat seperti orang Roma jika kita berada di Roma. “Tetapi kita berusaha berpikir, bersikap, dan berperilaku dengan cara-cara yang dapat diterima budaya orang lain tapi juga diterima budaya kita sendiri”.
Bagi para calon pemimpin bangsa, kesediaan dan kemampuan menjadi manusia multibudaya ini meadi lebih penting lagi, karena dengan peranan dan pengaruhnya, mereka dapat membantu mengatasi konflik-konflik antarbudaya di negara mereka sndiri atau bahkan konflik-konflik antara bangsa mereka dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan kalimat lain, bila para pemimpin bangsa di dunia bisa saling memaham, dan menghargai budaya bangsa lainnya, maka akan lebih mudahlah bagi bangsa-bangsa yang bersangkutan untuk hidup rukun.
Memang, bila kita dua bangsa yang ada dalam permusuhan atau bahkan pepereangan, maka permusuhan atau peperangan itu biasanya diputuskan oleh para pemimpin bangsa-bangsa tersebut.
C. TELAAH KRITIS
Tapi jangan lupa juga sebuah topik standar dalam sejarah ide-ide dan kajian-kajian kebudayaan adalah konstelasi hubungan-hubungan yang dapat dikumpulkan di bawah judul pengaruh. Dan juga menimbang esai Eliot “tradition and the individual talent” sebagai suatu cara untuk mengedepankan masalah pengaruh dalam bentuknya yang paling mendasar, bahkan abstrak; kaitan antara masa kini dan kemasalampauan (atau bahkan) dari masa lampau, suatu kaitan yang sebagaimana dibahas oleh Eliot mencakup hubungan antara seorang penulis individu dan tradisi di mana dia menjadi bagian. Dalam menelaah hubungan antara Barat dan budaya lain yang didominasinya bukanlah semata-mata suatu cara untuk memahami hubungan yang tidak sederajat antara teman-teman bicara yang tidak sederajat, melainkan juga titik masuk ke dalam penelaahan terhadap pembenytukan dan makna praktik-praktik kebudayaan barat itu sendiri.dan perbedaan yang senantiasa ada dalam kekuatan antara barat dan nonbarat harus diperhitungkan jika kita ingin memahami secara tepat bentuk-bentuk kebudayaan seperti yang ada dalam novel[6].
Selanjutnya ketika bagian-bagian kebudayaan yang dianggap tidak netral seperti kesusastraan dan teori kritis menyatu dalam kebudayaan yang lebih lemah atau lebih rendah dan menafsirkannya dengan gagasan-gagasan mengenai esesi-esensi non-eropa dan Eropa yang tidak berubah, narasi-narasi tentang pemilikan geografis, dan citra-citra tentang legitimasi dan penebusan, konsekuensinya yang meyakinkan adalah penyamaran situasi dan menyembunyikan berapa besar pengalaman pihak yang lebih kuat bertampalan dan anehnya tergantung pada pihak yang lebih lemah.
PENUTUP
Demikianlah beberapa pokok soal yang penting mengenai identitas dan kompetensi lintas budaya yang dapat kami sampaikan pada makalah ini. Adapun tujuan yang terkandung dalam penyajian ini adalah untuk merangsang serta menuntun diskusi dan pemikiran bersama dalam menghadapi beberapa masalah yang amat pelik yang kita dihadapi pada era cyber tekhnologi sekarang ini, yaitu : masalah komunikasi antar budaya. Karenanya, apa yang ada dalam makalah ini adalah jauh dari lengkap. Semoga dari yang terbatas ini, dapat ditarik manfaat yang maksimal.
PUSTAKA
Said, Edward. W., 1995, Kebudayaan Dan Kekuasaan, (Bandung: Mizan)
Bakker, J.W.M., 1992, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Kanisius)
Keesing, Roger M. & Gunawan, Samuel, 1992, Antropologi Budaya, (Jakarta: Erlangga)
Mulyana, Dedy & Rahmat, Jalaludin, 1993, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung: Remaja Rosdakarya)
[1] Dedy Mulyana & Jalaludin Rahmat, Komunikasi Antar Budaya, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, Hal. 59
[2] Roger M. Keesing & Samuel Gunawan, Antropologi Budaya, Erlangga, Jakarta, 1992, Hal. 74
[3] Op. Cit., Komunikasi Antar Budaya, Hal. 62
[4] J.W.M. Bakker, Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Kanisius, Yogyakarta, 1992, Hal. 103
[5] Op. Cit., Komunikasi Antar Budaya, Hal. 200
[6] Edward. W. Said, Kebudayaan Dan Kekuasaan, Mizan, Bandung, 1995, Hal. 259
Tidak ada komentar:
Posting Komentar