Rabu, 12 Mei 2010

PROPAGANDA

PENDAHULUAN

  Media memang sangat berperan dalam dinamika politik, para birokrat ingin mempengaruhi para masyarakat dan membentuk suatu persamaan pendapat. Teori parasosial menyebutkan bahwa  komunikasi massa berfungsi memenuhi kebutuhan manusia akan interaksi sosial dan hal ini tercapai jika media massa memberi peluang bagi hubungan parasosial, yaitu melibatkan orang-orang ke dalam apa yang tampaknya merupakan keakraban hubungan tatap muka tanpa terjadinya hubungan secara langsung. Di sini secara khas dijelaskan bahwa para anggota khalayak radio, televisi, atau film berhubungan secara langsung dan seakan-akan nyata. [1]

Berarti, penyiaran berita eksekusi oleh televisi CNN sangat membuat psikologis rakyat Korea Utara terkejut dan seakan-akan kekejaman yang dipertontonkan adalah nyata. Hal ini akan menimbulkan suatu persamaan pendapat bahwa pemerintah Korea Utara sangatlah kejam.

Tapi bagaimana dengan protes yang dilakukan Korea Utara, mereka menyangkal bahwa mereka menyiarkan berita eksekusi secara kejam. Kantor berita di Korea Utara menyatakan bahwa tayangan CNN tersebut penuh kebohongan dan cenderung menghasut. Dalam Devices of Propaganda (Muslihat Propaganda) di kenal istilah card stacking yaitu upaya menutupi hal-hal yang faktual atau sebenarnya seraya mengemukakan bukti-bukti palsu sehingga khalayak dibuat terkecoh[2].

Cara yang digunakan untuk mengonstruksi kampanye psikologis AS untuk menjatuhkan rezim Korea Utara merupakan drama yang dimainkan secara terencana. Efek yang diharapkan Amerika Serikat dari sasarannya adalah agar khalayak tidak mengakui demokratisasi Korea Utara. Bagaimana kita menanggapi hal tersebut? Bahwa media digunakan sebagai saluran yang penting dalam berpolitik.

 

 

PEMBAHASAN

 

Karakteristik saluran komunikasi massa termasuk kegiatan media massa dalam melakukan beberapa hal antara lain, membantu menyusun agenda pokok masalah untuk perdebatan public, menetapkan konteks untuk penilaian  rakyat tentang kejadian, mengubah kejadian menjadi peristiwa, mempengaruhi pengharapan rakyat tentang bagaimana akhirnya peristiwa itu, dan dengan berbagai cara untuk melukiskan citra tentang pemimpin politik.[3]

Amerika Serikat sangat pintar menjadikan media massa sebagai salah satu cara untuk menjatuhkan rezim Korut. Media massa mempunyai banyak manfaat, dalam hubungannya dengan ini disebutkan dalam teori persuasi dan informasi yang menyebutkan mengapa orang mem[perhatikan media massa? Satu kemungkinan jaswabannya adalah karena mereka berusaha menambah khazanah pengetahuan atau memperoleh bimbingan (opini). Dipandang dari manfaat ini , media massa mendifusikan informasi dan mempersuasi. Amerika mencoba menggunakan dampak difusi atau persuasi yang sangat berbeda dan pada umumnya lebih kentara dalam menyajikan pesan dan menarik perhatian ketimbang dalam memperoleh pemahaman dan penerimaan imbauan, lebih berhasil dalam menghasilkan pemahaman dan penerimaan daripada menghasilkan retensi pesan atau kegiatan yang tampak sesuai dengan pesan informatif atau persuatif.[4]

Dari berita yang disajikan CNN itu dapat ditelaah pikiran khalayak berupa informasi, pendapat, gagasan, atau saran; juga perasaan khalayak berupa kekecewaan, kesedihan, kebingungan, harapan, keinginan, bahkan kemarahan. Kesemuanya itu meliputi semua bidang kehidupan masyarakat, yang sewajarnya diperhatikan dan ditanggapi oleh pemerintahan Korut.

Masyarakat cenderung berpikir seperti apa yang diberitakan karena khalayak sangat mudah sekali dimasuki pikiran-pikiran dari kekuatan media massa (jarum hippodermik). Floyd G. Arpan mengatakan, bahwa kecenderungan tersebut bergantung kapada empat faktor, yakni[5]:

1.              Stabilitaas pemerintah serta toleransinya dan ketangguhannya terhadap kritik;

2.              Derajat determinasi-diri pada masyarakat dan hasratnya akan informasi yang benar;

3.              Tingkat pendidikan penduduk;

4.              Stabilitas finansial yang dicapai pers.

Amerika Serikat dalm menjalankan operasi ini juga tidak lepas dari sejarahnya dulu ketika pada tahun 1939 menjelang perang Dunia II, penerbit Harcourt, Brace and Company di Amerika Serikat menyebarkan publikasi berjudul  The Fine Art of Propaganda yang mencantumkan apa yang dikenal sampai sekarang The Dvices of Propaganda (Muslihat Propaganda) yang terdiri dari tujuh jenis sebagai berikut:[6]

a.                   Name calling (penggunaan nama ejekan)

Ini merupakan suatu cara dengan jalan memberikan nama-nama ejekan kepada suatu ide, kepercayaan, jabatan, kelompok bangsa, ras, dan lain-lain agar khalayak menolak atau mencercanya tanpa mengkaji kenbenarannya.

b.                  Glittering generality (penggunaan kata-kata muluk)

Sebagai kebalikan dari name calling, teknik ini menggunakan kata-kata muluk (virtue words) dengan tujuan agar khalayak menerima dan menyetujui tanpa upaya memeriksa kebenarannya.

c.                   Transfer (pengalihan)

Teknik ini adalah cara propaganda dengan menggunakan autoritas atau prestise yang mengandung nilai kehormatan yang dialihkan kepada sesuatu dengan tujuanagar khalayak menerimanya.

d.                  Testimonial (pengutipan)

Teknik ini adalah melancarkan propaganda dengan mengutip kata-kata orang terkenal mengenai baik-tidaknya suatu ide atau produk, dengan tujuan agar khalayak mengikutinya.

e.                   Plain folks (perendahan diri)

Ini merupakan suatu cara yang digunakan  oleh seseorang untuk meyakinkan bahwa ia dan gagasannya itu baik karena demi rajyat.

f.                   Card stacking (pemalsuan)

Secara harfiah card stacking berarti penumpukan kartu, secara maknawi berarti upaya menutupi hal-hal yang faktual atau sebenarnya dengan memalsukan berita-berita yang dimuat.

g.                  Bandwagon (hura-hura)

Istilah ini secara harfiah berarti kereta musik, yakni kendaraan yang mengangkut rombongan musik. Secara maknawi yakni ajakan kepada khalayak untuk beramai-ramai menyetujui gagasan atau program, dengan terlebih dahulu meyakinkan mereke bahwa kawan-kawannya pun kebanykan telah menyetujuinya.

 

 

PENUTUP

 

Demikianlah beberapa paparan yang dapat kami sajikan dari keluasan masalah tentang komunikasi politik yang terjadi antara Korut dan AS dalam hal tayangan yang ditayangkan oleh jaringan TV berita AS, CNN terkait dengan tontonan eksekusi di depan publik.

Pembahasan ini lebih bersifat analisis-paradigmatik, sekedar bermaksud mengkaji suatu kasus yang sangat berhubungan dengan komunikasi massa dan didukung oleh penelitian mengenai masalah tersebut.

Banyak sekali penelitian-penelitian masalah seperti ini karena kita sedang berada di dekade-dekade yang disebut oleh Alfin Toffler dinamakan ”era info-politik”, yang dalam dinamikanya saling mempengaruhi secara timbal balik. Dalam hubungan ini politik dan komunikasi politik dengan media sebagai pendukungnya yang begitu potensial, menjadi semakin penting.



[1] Dan Nimmo, Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media), PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 175

[2] Prof. Drs. Onong Uchjana Effendi, M.A., Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 166

[3] Dan Nimmo, Komunikasi Politik (Khalayak dan Efek), PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 119

[4] Op. Cit., Dan Nimmo, Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, dan Media), hal. 172

[5] Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, MA., Dinamika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 164.

[6] Op. Cit., Prof. Drs. Onong Uchjana Effendi, M.A., Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, hal. 166

Tidak ada komentar:

Posting Komentar